Bukittinggi, Rabu 1 Oktober 2025 malam – Hotel Monopoli malam itu tidak lagi sekadar gedung mewah dengan arsitektur modern dan cahaya lampu berkilauan. Di balik gemerlapnya, hadir denyut budaya Minangkabau yang hidup kembali lewat langkah-langkah lincah anak muda Sanggar Tari Bungo Sarumpun.
Denting musik tradisi Minangkabau mengiringi langkah para penari muda. Busana adat berwarna mencolok, suntiang berkilau, serta gerak tari yang sarat makna menghadirkan suasana magis—membawa para undangan yang hadir pada ulang tahun pertama hotel monopoli hanyut dalam filosofi Minang: alam takambang jadi guru, adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Yang tampil di atas panggung bukanlah sembarang penari. Mereka adalah wajah-wajah muda generasi Minangkabau, datang dari berbagai sekolah dan latar belakang, namun menyatu dalam satu irama budaya. Ada Agas, mahasiswa Universitas Negeri Padang, yang dengan percaya diri memimpin barisan. Di sisinya, Akya dari SMP Islam Excellent Bukittinggi menghadirkan keceriaan yang tulus. Gerakan Keisha dari SMPN 4 Bukittinggi terlihat anggun, berpadu dengan kelembutan Lovely dari SMP Paus Biru Bukittinggi yang membuat suasana semakin hidup.
Kehangatan juga hadir dari Alika siswi MTsN 2 Bukittinggi, yang setiap lenggaknya seolah doa untuk ranah Minang. Energi muda terpancar dari Fico siswa SMP Islam Al-Ishlah Bukittinggi, bersatu dengan semangat Axell Nizham, dari SMP N 1 Bukittinggi. Keseimbangan tarian semakin kokoh lewat langkah gagah Davin, mahasiswa Universitas Fort de Kock, yang dipadukan dengan harmoni lincah Afika dari SMPN 1 Bukittinggi. Dan malam itu semakin manis dengan kehadiran Aziz, seorang barista dari Kopi Ma, yang menunjukkan bahwa siapa pun—dari pelajar hingga pekerja muda—dapat ikut menari demi menjaga tradisi.
Nama-nama itu bukan sekedar daftar penari, melainkan potret kebersamaan anak-anak muda Bukittinggi yang bangga dengan akar budayanya. Mereka datang dari dunia berbeda, tetapi dipertemukan oleh Sanggar Tari Bungo Sarumpun dalam satu panggung seni.
Di balik layar, ada peran besar Anggia Try Arfie sebagai manager tim, yang memastikan setiap detail berjalan rapi, mulai dari tata busana, jadwal, hingga kesiapan mental para penari. Dan tentu saja, tangan dingin Bunda Pipit, pelatih yang sabar sekaligus tegas, yang membentuk setiap gerakan hingga menjadi rangkaian tari yang indah dan bermakna.
Tamu-tamu hotel pun terkesima. Ada yang sibuk mengabadikan momen dengan kamera, ada pula yang terdiam larut dalam suasana. Perayaan ulang tahun pertama Hotel Monopoli malam itu tidak hanya menjadi pesta meriah, tetapi juga sebuah perjalanan budaya—dari generasi muda untuk Minangkabau, dari tradisi leluhur untuk masa depan.
Sanggar Tari Bungo Sarumpun kembali membuktikan, bahwa seni bukan sekadar hiburan. Ia adalah identitas, bahasa keindahan yang bisa menyatukan semua orang, dan jembatan yang membuat Minangkabau tetap hidup di hati generasi muda.